Kecerdasan
merupakan salah satu anugerah Tuhan sebagai salah satu kelebihan manusia
dibanding makhluk lainnya. Dengan kecerdasan, manusia dapat meningkatkan
kualitas hidup yang semakin kompleks melalui proses berfikir dan belajar.
Setidaknya ada tiga jenis kecerdasan yang menjadi
penyokong dalam kehidupan, yaitu: Intelligence Quotient, Emotional Quotient, dan Spiritual Quotient.
Intelligence Quotient (IQ)
Arti inteligensi dengan IQ sering disamakan, padahal
kedua istilah ini mempunyai perbedaan yang mendasar.
Menurut David Wechsler, inteligensi
adalah kemampuan untuk bertindak
secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungan secara efektif. Inteligensi tidak dapat
diamati secara langsung melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan
manifestasi dari proses berpikir rasional. sedangkan IQ (Intelligence Quotient) adalah skor yang
diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan.
IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak
menggambarkan kecerdasan secara keseluruhan. Contohnya, seseorang dengan kemampuan mahir dalam seni lukis, sedangkan yang lainnya
dalam olahraga. Kecerdasan ini tidak sama untuk setiap orang, melainkan
berbeda satu sama lainnya.
IQ mempunyai peran yang besar dalam dunia pendidikan. IQ yang tinggi memudahkan seorang
siswa memahami berbagai ilmu. Untuk
mencapai tujuan pendidikan, maka kecerdasan inteligensi harus dioptimalkan.
Misalnya, seseorang yang bercita-cita menjadi juara olimpiade harus mengoptimalkan
kemampuan intelektualnya supaya cita-citanya dapat tercapai.
Emotional Quotient (EQ)
Menurut Goleman (1995), setiap manusia memiliki
dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran
rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual, sedangkan pikiran emosional
digerakkan oleh emosi.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan
pengendalian diri sendiri, bertahan menghadapi frustrasi, mengendalikan
dorongan hati dan emosi, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca
perasaan orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan baik,
kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin diri dan lingkungan
sekitar serta menjadikan pengetahuan
sebagai the finding problem.
Daniel Golemen menambahkan
bahwa kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar
20 % dan sisanya 80 % ditentukan oleh kecerdasan emosional.
Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dan kebahagiaan dalam dirinya sendiri, bisa mengubah sesuatu
yang buruk menjadi positif dan bermanfaat.
Banyak orang cerdas dengan IQ di atas rata-rata, namun
dalam dunia sosial tidak disukai karena kurang cerdas dalam mengendalikan
emosinya. Setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tidak hanya cerdas
intelektualnya melainkan juga harus memiliki kecerdasan emosional. Kecerdasan
emosional dapat membina kerja sama, menunjukkan empati dan
toleransi terhadap orang lain sehingga
setiap orang dapat mewujudkan dirinya secara optimal dan proses pendidikan akan
berjalan sebagaimana mestinya. Contohnya, setiap pembelajar harus memiliki
kecerdasan emosional agar selama proses pendidikan ia mampu menyeimbangkan
dirinya supaya terhindar dari stress.
Spiritual
Quotient (SQ)
Danah Zohar dan Ian Marshall mengklaim bahwa SQ
adalah inti segala intelejensia. Kecerdasan
spiritual (SQ) adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu seseorang membangun
dirinya secara utuh. Spiritual Quotient (SQ) berperan sebagai landasan untuk memfungsikan IQ dan
EQ secara efektif. Contohnya, seorang
anak yang cerdas dan pandai bergaul namun tidak memiliki kecerdasan spiritual,
akibatnya terjerumus pada kesia-siaan sehingga secara tidak langsung berpengaruh
pada potensi kecemerlangan pada dirinya. IQ, EQ, dan SQ pada diri setiap orang harus bersinergi secara
proporsional untuk menghasilkan kekuatan jiwa-raga yang penuh
keseimbangan.
Essay ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Beasiswa DataPrint Periode 2
www.beasiswadataprint.com
www.dataprint.co.id
www.beasiswadataprint.com
www.dataprint.co.id
Sumber :
Setia Furqon Kholid. 2009. Jangan Kuliah Kalau Gak Sukses. Sumedang
: Rumah Karya